Total Tayangan Halaman

Sabtu, 05 Agustus 2017

Teruntuk mahasiswa baru

Ini pesan saat nanti kalian akan daftar ulang ataupun mengurusi tetek bengek pendaftaran lainnya, terutama bagi yang datang dari daerah.

Jangan kaget ketika nanti kalian lihat banyak ragam orang yang mulai berbeda bahasa dan cara berpakaiannya dengan kalian. Berbeda pula stylenya dibanding kalian.

Jangan merasa kampungan atau merasa gak pede hanya karena kalian pake baju seadanya. Cuma pake kemeja lusuh punya bapak atau celana bahan bekas sekolahan. Sementara anak-anak kota yang kalian liat pake pakaian yang kekinian dan bermerk.

Jangan jadi tiba-tiba bete sama orang tua yang nganterin kalian hanya karena kalian liat anak-anak lain yang emak bapaknya mentereng. Pakaiannya berkelas, nggak kayak orang tua kalian yang cuma pake batik sama celana atau rok polosan plus sandal coklat atau hitam yang udah pada pudar.

Jangan bete juga kalo kalian cuma dianter naik ojek atau malah cuma jalan kaki sama emak sementara anak-anak yang kalian liat dianter mobil atau bahkan bawa mobil sendiri.

Jangan malu ngobrol hanya karena logat daerah kalian kental sementara anak-anak lain udah pake "lo" "gue" dan berbagai istilah anak gaul ibukota dan bahasa Indonesia mereka kota banget, yang kalo dibalikin ke kalian bisanya bahasa Indonesia yang formal kaku.

Jangan malu kalo huruf "e" kalian terasa banget Batak atau Minangnya. Jangan malu kalo medok Jawa kalian kental sekali. Jangan tiba-tiba diam bahkan sama orang tua sendiri ga ngobrol cuma karna malu kalo nanti ketahuan orang dari "kampung".

Jangan minder kalo lagi nunggu giliran trus pada nanya kos dimana, ada yang jawab di "apartemen x", atau "kos esklusif y", sementara kalian cuma ngekos 4jutaan kamar sempit dan wc di luar.

Jangan menghina diri sendiri ketika kaliat liat anak-anak kota putih bersih, halus terawat dan makeup-an sementara kalian kulitnya legam dan kasar karena sering ke ladang atau pantai bantu emak bapak. Seharian bersihin ini itu, sapu dan cuci ini itu, semuanya demi "disuruh" bantu emak.

DIK, itu semua hanya sesuatu yang fana. Tidak serius dan tidak pula perlu diseriusi atau diambil hati.

Ingat bagaimana dari daerah nun jauh di sebrang pulau sana kalian bawa semangat dari rumah? Waktu dinyatakan lulus dan orang tua kalian heboh ke seantaro kampung?

Ingat bagaimana orang sekampung melepas kalian? Makcik, Pakcik, Pade, Bude, semua kasih wejangan dan kasih "bekal" entah uang entah barang.

Ingat seminggu sebelum berangkat bapak kalian sibuk bongkar lemari demi cari baju terbaik buat anter kalian? Sampe cari pinjeman mungkin?

Ingat berapa jauh perjalanan kalian menuju kampus dambaan dan ngabisin uang perjalanan yang gasedikit? Belum lagi beli kebutuhan kalian di kosan? Bayar UKT?

Kalian ga pernah tau tanah mana yang dijual orang tua, emas mana yang digadai, atau pinjaman dimana yang diusahain ortu supaya kalian bisa kuliah.

JADI, jangan tiba-tiba minderan dan langsung patah hati untuk kuliah hanya krn liat temen lain yang gaya prakuliahnya so ibukota.

Santai aja. Apapun yang kalian pake ya pede aja asal sopan dan rapi. Mau jalan kaki ke kampus juga santailah, toh sehat dan percayalah ada ribuan mahasiswa lain termasuk senior kalian yang juga jalan kaki. Jadi kalian nggak jalan sendirin kok demi gelar sarjana :') *tsahhh

Tenang aja. Nggak usah malu jalan sama ortu yang gayanya biasa aja. Bangga harusnya, kalian bisa bawa mereka ke kampus ini dari berkilokilo jarak. Nikmatin jalan sama mereka dan keliling kampus. Kalian gapernah tau cerita besar mereka di kampung kelak ttg kampus anaknya.

Ngobrol aja, udah. Peduli apa orang bilang kalian bahasanya ndeso atau apalah. Nggak usah dipaksain bahasa gaul kaya yang lain. Nggak usah malu kalo harus ngomong bahasa daerah kalian.

Guys, percayalah anak-anak kota yang kalian liat juga dilahirkan dari orang tua yang asalnya dari suatu daerah entah Jawa, Kalimatan, Sumatera dimanapun. Jadi santailah. Toh, presiden RI selama ini kebanyakan suku Jawa dan santai aja ngomong medok.

Jangan ditutupilah asal daerah kalian. Malah kalo lagi daftar ulang dan kalian pale bhs daerah ntar kalian bakal nemu temen2 yang ternyata juga sadaerah. Dijamin senengggg deh momen2 itu.

Percayalah, akan banyak "sesuatu" yang nanti kalian temukan dan bisa membuat semangat kalian redam serta tingkat keminderan naik drastis apalagi saat kuliah.

Nah, jadi harus kuat dari sekarang. Pedein aja. Jangan mundur hanya karena ngerasa "terjajah" dan kalian nggak "ibukota" banget.

Percayalah, kesuksesan kuliah nggak akan berhubungan sama hal hal di atas. Lurusin niat, inget ortu dan kampung halaman. Waktu 4 tahun gak akan lama kerasa. Jadi gausah dipusingkan dengan tuntutan gaya hidup society.

Terakhir, SEMANGAT!!!
-Retno Nurul Aisyah

Rabu, 02 Agustus 2017

Juden

Hanya Bisa Berharap

Kau di Jakarta Selatan,
aku di Jakarta Pusat.

Kau atheis,
aku agnostik yang berusaha jadi theis.
Sama-sama busuk di bawah kaki  para fanatik. Hahaha.

Kau keturunan belanda-juden,
aku peranakan cina-betawi.

Kau suka Deep Purple,
aku menggilai Beatles.

Kau cinta anime,
aku gandrung film klasik.

Kau sarjana hukum yang kesasar jadi cici-cici tukang kelontong di glodok,
aku mahasiswa komunikasi yang jadi parasit numpang hidup di bawah kaki-kaki dewi kesenian.
Sama-sama terbuang dari kumpulan.

Ah,
memang kenyataan kadang tak sesuai harapan.
Dalam hati aku dan kau hanya bisa berharap,
semesta berpihak dengan kita.

Jakarta,
24.7.17
7.31 AM
-Svetochka-

Notes:
Juden: bahasa jerman, dalam bahasa inggris biasa disebut dengan "Jewish"
Glodok: kawasan Pecinan di Jakarta yang jadi pusat bisnia dan perdagangan

Selasa, 01 Agustus 2017

Kebetulan

Maaf, aku menjadi sepengecut ini.
Aku hanya tak tahu dengan cara apalagi aku bisa berpamitan tanpa melukai perasaan.
Jika bukan perasaanmu, biarlah perasaanku saja yang terluka.

Maaf, aku pergi sebab kali ini aku sungguh menyerah, kupikir aku akan merasa biasa saja nyatanya aku salah. Aku tak bisa berpura-pura lebih lama.

Maaf, aku pernah sebegitunya mengusik hidupmu.
aku bahagia pernah kamu bolehkan mengenal duniamu walau hanya sebentar dan sekadar.

Maaf, aku yang tak tahu diri, tak pernah mengaca siapa aku ini, tak seharusnya perasaan ini ada, tak seharusnya ia kupelihara sampai lama.

Maaf, aku belum bisa membunuh lalu mengubur dalam-dalam semua tentang kamu di kepalaku.
Namun aku berusaha, aku menjauh agar cepat lupa.

Kali ini, jangan kuatir, aku tahu bagaimana caranya mundur teratur.
bukan salahmu, jangan pernah menyalahkan dirimu.
kamu tak pernah memberi harapan, hanya khayalanku saja yang ketinggian.
hanya aku yang tak tahu diri, sebab mencintaimu hingga sebesar ini.

Aku pergi, ya
Kamu harus bahagia,
tetap semangat,
makan juga jangan telat.

Sampai jumpa pada kebetulan-kebetulan berikutnya.

—SatuHuruf