Total Tayangan Halaman

Minggu, 17 September 2017

Yg salah nafsu malah nyalahin orang lain

"Kasus pemerkosaan terhadap wanita tanpa identitas (24), masih dalam tahap penyidikan. Kini tersangka masih diproses."

"Pantas saja! Lagian, tidak berpakaian sopan, tertutup, atau apalah yang penting tidak mengundang kejahatan!"

------------------------------------------

Namaku Putri.
Tidak mampu duduk di bangku SD kelas 4, seperti teman-teman yang lain.
Kegiatanku sehari-hari hanya membantu Ibuku; mulung plastik yang berserakan di pinggir jalan.
Kadang, Ibu meninggalkanku di daerah dekat pasar sehingga dia bisa jalan menyusuri perumahan orang untuk mengais tempat sampah mereka. Hal ini Ibu lakukan agar sampah yang kami dapat lebih banyak, dibanding harus sama-sama pergi ke satu tempat dalam waktu bersamaan.
Hingga pukul 10 malam, aku menunggu dekat minimarket untuk Ibu jemput.
Bapakku pergi meninggalkan kami berdua, bahkan sebelum aku lahir.
Kata Ibu, mereka bahkan tidak menikah. Aku tidak mengerti apa yang terjadi saat itu. Namun, Ibu pun tidak melanjutkan ceritanya.
Aku bersyukur, punya Ibu yang masih mau merawatku.
Dalam satu hari, Ibu harus berjalan mengelilingi Pamulang, daerah tempat tinggal kami, demi mendapat upah Rp 25.000 hasil mengumpulkan plastik. Uang itu Ibu gunakan untuk membeli makan saja.
Kira-kira dalam satu hari, syukur kami bisa makan sekali. Beli di Warteg; nasi, tahu,tempe, dan minum gratis— sebesar Rp 6000 per porsi.
Kadang kami juga tidak makan karena upah Ibu terlambat diberikan.
Ibu memang menabung, tapi kalau sudah 3 hari upah terlambat diterima, tabungan Ibu habis lagi untuk beli makan kami.

------------------------------------------

Setiap malam, aku menunggu Ibu di minimarket.
Berharap Ibu sudah membeli makanan, agar kami tidak perlu berjalan jauh lagi untuk mencari Warung Tegal yang masih buka.

------------------------------------------

Malam itu, aku seperti biasa duduk di parkiran minimarket.
Tiba-tiba ada seorang perempuan tua melihatku dan bertanya tentang aku dan Ibu.

"Orang tuanya mana, Dek?"

"Ibu mulung, ini saya lagi nunggu."

Setelah dia bertanya beberapa hal, aku melihatnya kembali masuk ke minimarket dan keluar memberikanku beberapa roti dan susu.

"Dek, nih untuk kamu sama Ibumu." Katanya sambil memberikan uang Rp 100.000

Terlalu banyak dan aku sempat menolak, tapi katanya aku pantas menerimanya. Perempuan itu merasa kasihan mendengarku yang harus duduk di pinggiran jalan setiap malam dengan angin dingin berhembus— tanpa jaket menghangatkan; hanya baju kaos besar lusuh dan tipis, menjadi penutup tubuh kecilku.

Sama halnya dengan Ibu, kaosnya tipis dan hanya memakai celana selutut.
Pakaian kami compang-camping. Maklum, kami hanya mendapat baju baru dari tempat sampah rumah orang, yang keadaannya juga tidak lagi utuh.

Perempuan itu akhirnya pamit pulang. Di sini, aku masih menunggu Ibu pulang. Tak sabar untuk memberikan uang dan roti ini kepadanya. Pasti dia senang sekali, rezeki dari Tuhan hari ini benar-benar besar.

Tapi malam itu, Ibu tak kunjung datang.
Minimarket bahkan sampai tutup, dan Ibu tak kunjung menjemputku. Angin malam semakin kencang, dinginnya mulai menusuk dan aku menggigil karenanya.

"Ibu mana?" Aku bergumam sendiri sambil sesekali menengok kanan atau kiri, berharap sosok Ibu sudah mendekat.

Tapi tidak. Tidak ada Ibu di sana. Aku mulai cemas dan takut bila sesuatu terjadi pada Ibuku. Apakah dia tersesat? Apakah dia lupa untuk menjemputku di sini? Apakah dia sengaja untuk tidak menjemputku? Tidak mungkin.

Atau mungkin dia pingsan di tengah perjalanan dan tidak ada orang yang menyadarinya?

"Bu, Ibu di mana? Ini ada roti dan uang untuk Ibu. Pulang Bu, Putri takut di sini."

------------------------------------------

Tiga hari berlalu, Ibu tidak menjemputku. Setiap pagi aku ke pasar, tidak kulihat Ibu di sana.

Aku balik lagi ke minimarket seperti biasa, tidak kulihat Ibu di sana.

Ibu pergi. Ibu lupa denganku. Mungkin aku hanya menjadi beban Ibu. Tidak apa, Bu. Maaf, rotinya kumakan karena aku lapar menunggu Ibu.

Ini uang juga sudah berkurang untuk ku belikan makan di warung. Tapi tetap akan ku sisakan untuk Ibu.

Ibu pergi tanpa kabar, yang kuingat hanya senyum terakhir Ibu sambil berkata, "Put, nanti ke minimarket ya jangan lupa. Mulung yang banyak. Jangan nyolong, baik-baik ya. Ibu pergi dulu, nanti dijemput."

------------------------------------------

"Telah ditemukan wanita tanpa identitas dengan usia sekitar 24-25 tahun tidak sadarkan diri, tergeletak di dekat empang milik warga setempat; tidak berbusana namun ditemukan pula pakaiannya tidak jauh dari tubuh wanita tersebut. Diketahui, ia telah diperkosa oleh seorang pria berinisial P (47) yang tertangkap dengan barang bukti dan pengakuan dari beberapa saksi. Saat diperiksa, P mengaku melakukan perbuatan mesum karena wanita ini sedang jalan sendirian pukul 9 malam dengan menggunakan pakaian yang berbayang— menonjolkan pakaian dalamnya dan bentuk tubuhnya.

Bagi teman atau keluarga yang mengenal wanita ini, mohon segera melapor ke kantor polisi. "

Komentar:

"Salahkan wanitanya, siapa suruh pakai baju yang kurang bahan! Wkwkw"

"Tuhkan, makanya jadi perempuan tuh yang bener. Diperkosa gini baru tau rasa lo HAHA"

"Loh, kok malah perempuannya? Ya pelakunya lah. Siapa suruh punya nafsu tidak dijaga!"

"Loh, kok malah pelakunya? Ya perempuannya lah! Siapa suruh pakai baju mini dan ketat?!"

------------------------------------------

-ymm
Jangan salahkan pakaiannya,
hindarilah jadi pelakunya.
#witheredroses

Untuk seseorang yang berhasil menggantikanku. Dari aku, orang yang telah tergantikan.

Tidak usah pakai basa-basi segala.

Ini aku. Yang dulu berada di posisimu. Sekarang sudah diambil alih ya? Bukan. Dia yang memutuskan untuk memilihmu menggantikan aku.
Bagaimana rasanya dicintai dia? Bahagia bukan?
Bukankah kamu merasa menjadi perempuan paling beruntung di dunia ini?
Bagaimana rasanya diperlakukan secara istimewa olehnya?
Aku adalah pecundang sejati yang bahkan tidak pernah bisa mengatakan padanya bahwa aku mencintai dia. Dan ini adalah salah satu lakon pecundangku, aku tidak berani untuk bertemu langsung denganmu dan mengatakan maksudku sebenarnya.

Ini perihal cintaku yang telah memilihmu sebagai tempat hatinya pulang. Aku titip dia. Hatinya sudah pernah patah akibat perempuan tidak tau diri itu. Aku harap kamu tidak seperti itu. Aku harap kamu bisa menjaga hatinya seperti aku menjaga hatinya. Sayangnya, dia tidak memilihku sebagai tempat hatinya untuk pulang.

Hal pertama yang harus kamu ingat, cintaku itu tidak suka pedas. Jangan beri makanan apapun yang rasanya pedas. Atau dia tidak akan makan seharian. Tanpa dia minta, kamu harus berinisiatif untuk membuat atau membeli makanan yang tidaj pedas.

Cintaku itu senang terhadap musik. Luangkanlah waktumu untuk mendengarkan dia bernyanyi. Kalau bisa, pujilah setiap dia bernyanyi, maka dia akan terus bernyanyi sampai tenggorokannya kering. Jangan pernah bosan mendengarkan dia bernyanyi.

Cintaku itu tidak suka novel. Jika kamu mengajaknya ke toko buku. Pastikan toko buku itu menyediakan stan musik juga, supaya dia tidak bosan jika bersamamu.

Tolong ingatkan tugas dan pekerjaan rumahnya. Dia tidak akan mengerjakan tugasnya apabila tidak diingatkan. Beri dia semangat ketika mengerjakan tugasnya. Jika dia membandel dan tidak mau mengerjakan tugasnya, ancam saja dia.

Jangan lupa ajarkan dia matematika. Dia tidak pandai matematika. Jadi, aku harap kamu adalah seseorang yang pandai matematikanya. Tidak hanya matematika, pelajaran lain yang berhubungan dengan hitung-hitungan, kamu harus pandai semua pelajaran hitung-hitungan.

Jika dia sudah memilihmu. Berarti dia menyerahkan seluruh kepercayaannya kepadamu. Jangan sampai kamu kecewakan dia. Sebagai sesama perempuan, aku harap kamu menghargai perasaanku yang sangat ingin berada di posisimu. Berbahagialah dengannya. Cintai dia seperti aku mencintai dia. Jadikan dia pusat semestamu.
Jadikan dia segalanya untukmu.
Jangan menduakan dia.
Jika dia mencintaimu dia tidak akan mengecewakanmu.

Regards,

Neptune,.
Untuk siapapun yang merasa telah menggantikan aku.
#neptunetime

Kepada Laki-Laki Yang Bersama Perempuan Kesayangan Saya

“Bung, Pernahkah bung merasakan begitu berantakan? Atau mungkin kesepian yang mendalam karena suatu hal, Atau mungkin bung pernah merasa bahwa bung adalah satu-satunya laki-laki yang berhak mencintai perempuan kesayangan bung, menganggap bahwa tidak ada orang lain yang barangkali cintanya jauh lebih besar dari bung sendiri atau mungkin merasa lelah dalam segala hal, kemudian bung ingin berhenti begitu saja.

Pernahkan bung merasa sangat kecewa dengan harapan, memupuk tinggi-tinggi asa kemudian dijatuhkan begitu saja, dan hal yang bung lakukan setelah itu adalah murung, menghabiskan waktu sendiri, berbagi duka dengan bergelas-gelas minuman beralkohol dan puluhan bungkus rokok berserakan, sebab saya lelah berdoa bung, saya lelah menjadi orang baik, atau mungkin bahasa kasarnya adalah saya lelah dengan diri saya sendiri, saya lelah menjadi orang payah, bung. Pernahkah?

Surat ini saya tulis di meja pojok kiri lantai satu peacock, warung kopi favorit saya. Jika bung tidak tahu, mungkin bisa bertanya kepada Keyla, perempuan kesayangan bung itu, saya biasa menghabiskan waktu di sini sendirian, dari sore sampai larut malam, sampai pagi lagi, sampai orang-orang telah bersiap-siap merapikan kerah baju mereka untuk memulai hari, dan saya baru pulang dari kafe itu, atau mungkin jika bung punya waktu, silahkan berkunjung ke tempat favorit saya itu, tanyakan kepada tukang parkir yang jaga selepas isya, saya sering berbagi rokok dan cerita berdua dengannya, dia pasti tahu saya, terkadang saya yang mendengarkan ceritanya, begitu juga sebaliknya, sambil terus mengepul asap dari mulut kita, jika sampai pagi, bahkan tak terasa saya habis dua bungkus rokok dengan beliau hanya dalam beberapa jam.

Dan saat saya menulis surat ini sendirian, mungkin bung sedang tersenyum menikmati waktu berdua dengan perempuan kesayangan bung itu, ah maaf, saya jadi melantur.

Sudah beberapa bulan berlalu, saya mendapati bung kembali berpacaran dengan perempuan kesayangan bung yang dulu, yang mana beberapa waktu lalu saat mungkin dia merasa butuh teman sesaat sebelum kembali dengan bung, 
saya ada untuknya waktu itu. Bung tahu? dia juga menjadi perempuan kesayangan saya juga, bung.

Kini tidak ada lagi waktu yang sama seperti apa yang saya lakukan dulu dengan dia, sebab bung sudah ada lagi. Kecuali kenangan pahit yang bung tidak akan mendengarnya. Entah apa yang perempuan kesayangan bung pikirkan waktu itu, dia membelah hati saya menjadi potongan-potongan kecil, bahkan lebih kecil dari cabai yang setiap pagi diiris oleh ibu saya sewaktu membuatkan sarapan untuk saya, ah tapi tenang, bung tidak perlu khawatir, saya tetap mendoakan perempuan bung dengan hal-hal baik, saya bukan pendendam.

Maafkan bung, kadang saya masih sering berandai-andai, menghitung hari demi hari, kapan saya bisa membuang waktu lagi dengannya lagi, saya rindu dia bung, sungguh.
Sampai di sini, ketika nanti memang bung bertakdir tetap menyanding perempuan kesayangan bung, yang juga kesayangan saya itu, saya ingin sekali berbicara sedikit munafik. Itu bukan salah bung, atau mungkin salahnya, itu kesalahan saya, mengapa saya datang tidak tepat waktu, di mana ternyata perempuan kesayangan saya itu belum beranjak dari masa lalunya dengan bung, juga karena waktu yang mengijinkan kita sempat berbagi waktu.

Seharusnya saya menyadari sejak awal, bahwa jika tokoh utama dalam cerita ini bukan saya, bung. Apalagi kita, saya dengan perempuan kesayangan bung. Tapi kalian, saya cukup menjadi figuran, menawarkan bahu kepadanya ketika bung tidak ada untuk perempuan kesayangan bung waktu itu.
Saya kalah, tapi lebih tepatnya dipaksa kalah. Cerita ini kemudian terasa begitu sakit untuk didengarkan, tapi saya tetap mencintainya, bung, seperti waktu pertama kali saya bertemu dengannya dulu.

Saya ingin titip pesan, bung. Bolehkah? Tolong peluk perempuan itu, kemudian bung kecup keningnya dan tatap matanya dalam-dalam,
atau jika sempat tolong usapkan lembut bibirnya dengan jemari bung, saya sering melakukannya dulu saat dia diam saja memikirkan sesuatu, entah, barangkali dia menyukainya. Tolong lakukan itu untuk saya bung, nanti bung akan melihat, di situ tersemai doa-doa, rasa cinta dan harapan saya yang harus mati menjadi lebur dimakamkan pada kedua bola matanya.

Salam untuk Keyla. Doa-doa baik saya untuk kalian.”

- AHN (From A To A)