Total Tayangan Halaman

Minggu, 11 Juni 2017

Krisis moral

Ada seorang perempuan berjalan di muka publik tanpa mengenakan busana. Dia berbelanja, membawa banyak barang, dan... kau tau, tanpa busana.

Orang-orang berkata, ia mengganggu kenyamanan publik. Ia melakukan pornoaksi. Ia memalukan. Ia meresahkan masyarakat. Ia menjijikan dan hina dina.

Lalu apa yang dilakukan orang-orang? Mengambil ponsel mereka dari saku, membuka aplikasi kamera dan merekamnya. Tidak cukup merekamnya, mereka menyebarluaskannya. Ke teman-teman, ke sanak saudara, bahkan ke media sosial.

Kebodohan yang membuat kita, seharusnya, tidak habis pikir.

Mengapa tidak ada dari mereka yang menghampiri si perempuan, memberikan kain atau apalah untuk melindungi tubuhnya dari santapan mata publik yang nyinyir, mengajaknya ke suatu tempat tertutup, atau mengantarnya pulang? Tidak adakah?

Jadi merekam hal itu dengan ponsel pintar dan menyebarluaskan ke media adalah tindakan yang lebih pintar daripada menghampiri dan menawarkan bantuan. Pintar sekali.

Benar ada orang-orang yang melaporkan tindakan si perempuan ke kantor polisi, tapi saya masih bertanya-tanya, untuk apa? Supaya si perempuan ditangkap dan dipenjara? Kau sendiri tidak tahu asal muasal penyebab ia melakukan hal itu. Kau sendiri tidak peduli saat si perempuan berjalan di depanmu, kau dari jauh mungkin menegurnya, tapi bagimu cukup rekaman bagus tersimpan untuk kau laporkan. Kau sama sekali tidak menolong apa-apa.

Orang-orang membicarakannya di media sosial. Rekaman video itu muncul di mana-mana, diikuti drama-drama tentang gadis kaya yang putus hubungan dari pacarnya, gadis kaya yang tinggal di apartemen mewah, apapun saja yang membuat keriuhan ini jadi semakin seru. Oh! Jangan lupa hadiah menarik yang dijanjikan kepolisian bagi siapa saja yang berhasil mengungkap identitas si perempuan.

Pertanyaan menariknya, apakah jika yang berjalan tanpa busana itu adalah laki-laki, bukan perempuan, kau akan melakukan hal yang sama? Media akan memberitakan hal yang sama? Publik akan sama tertariknya? Tidak.

Di negara ini, kau mungkin sudah terbiasa melihat manusia-manusia 'terbuang' di jalan-jalan, lusuh, tanpa busana, tanpa tujuan, hilang akal, tak dianggap oleh keluarganya. Dan kau tidak peduli jua, bahkan tidak merekamnya untuk 'dijual' ke media sosial, kecuali untuk jadi bahan candaan.

Pernah melihat sebuah candaan tentang foto pria tanpa busana mengendarai motor? Entah datang darimana foto itu, saya juga tidak akan menyertakannya supaya kamu bisa lihat dan ikut menertawakan. Tapi kita semua cukup tahu jenis komentar seperti apa yang hinggap pada foto seorang pria tanpa busana di atas motor itu. Foto itu menjadi meme, candaan, hiburan, tertawaan, tanpa ada yang mempertanyakan kenapa dan tanpa ada yang melaporkan ke polisi supaya si pria ditangkap dan dipenjara atas tuduhan pornoaksi.

Kita terlalu sering mengobjektifikasi orang lain, tubuhnya, perkataannya, sikapnya, tindakanya... entah sebagai sebuah kesalahan atau menjadi bahan tertawaan, tanpa pernah sedikitpun mencoba untuk memahami lebih dalam; ada apa dibalik itu semua. Kita terlalu pintar dan cekatan mengunggah hal-hal yang kita rasa menarik ke media sosial, untuk kesenangan pribadi, lupa pada dampaknya, lalu hanya bisa meminta maaf pada akhirnya.

Jadi, akal sehat siapa yang perlu dipertanyakan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar